Sabtu, 04 Juli 2020

Nilai-nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Kekuasaan Negara

A. Macam-Macam Kekuasaan Negara

Menurut John Locke kekuasaan negara dapat dibagi menjadi tiga kekuasaan yaitu: 
1. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang 
2.Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang- undang 
3. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

Sedangkan menurut Montesquie kekuasaan negara dibagi : 
1. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang 
2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undangundang 
3. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang. 


B. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. 

1) Pembagian kekuasaan secara horizontal

a. Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
c. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 . 
d. Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
e. Kekuasaan eksaminatif atau inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 . 

2) Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 

C. Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia

Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan sebagai berikut. 
1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. 
2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden. 
3. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 
4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang. 

Keberadaan Kementerian Negara diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Kementerian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 

a. Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. 

b. Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 

c. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya. Pasal 17 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 

D. Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya. 
1. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
2. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
3. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. 

Kementerian koordinator, terdiri atas: 
a. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan 
b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 
c. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 

E. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

Selain memiliki Kementerian Negara, Republik Indonesia juga memiliki Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait. Keberadaan LPNK diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Diantaranya adalah; Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Badan Informasi Geospasial (BIG); Badan Intelijen Negara (BIN); Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; dan lain-lain. 

F. Nilai Pancasila

Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara. 
Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki keterpautan hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhannya di dalam pelaksanaan tugasnya. Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama sesungguhnya dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika seseorang harus melakukan korupsi atau penyelewengan harta negara lainnya dan perilaku negatif lainnya. Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai yang seharusnya dapat teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya. Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam memberikan pelayanan lepada masyarakat agar tidak terjadi perlakuan yang sewenang dan diskriminatif. Selain itu, nilai spiritualitas menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan.

0 komentar:

Posting Komentar