Blog Guru PPKn

Nilai-nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Kekuasaan Negara.

Blog Guru PPKn

Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Blog Guru PPKn

Perlindungan dan Penegakan Hukum di Indonesia.

Kamis, 25 Agustus 2022

Survey Karakter

 1.      Apa itu Survei Karakter

Survei Karakter  (SK ) adalah upaya untuk mengetahui kondisi ekosistem karakter para murid di sekolah terkait apakah azas pancasila benar-benar dirasakan para murid dalam interaksi di sekolah.

Survei Karakter adalah upaya untuk mengetahui kondisi ekosistem karakter para murid di sekolah terkait apakah azas Pancasila benar-benar dirasakan para murid dalam interaksi di sekolah. Ini kompetensi minimum kompetensi dasar yang dibutuhkan murid untuk bisa belajar apa pun materinya.

Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.

2.      Latar Belakang Survei Karakter

Peningkatan mutu sistem pendidikan tidak hanya berorientasi pada pencapaian siswa dalam menguasai materi pelajaran dan nilai ujian akhir, apapun sebutannya. Keberhasilan sistem pendidikan lebih difokuskan pada pencapaian kompetensi siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Terlebih pada era transformasi pendidikan abad ke-21, dimana arus perubahan menuntut murid menguasai berbagai kecakapan hidup yang esensial untuk menghadapi berbagai tantangan abad ke-21 dimana siswa memiliki kecakapan belajar dan berinovasi, kecakapan menggunakan teknologi informasi, kecakapan hidup untuk bekerja dan berkontribusi pada masyarakat. Inilah yang menjadi latar belakang pelaksanaan survei karakter.

Selain tuntutan kecakapan abad 21, profil pelajar Pancasila juga menjadi rujukan pencapaian karakter bagi seluruh siswa di Indonesia. Bahkan profil pelajar pancasila ini sudah merangkum serangkaian kecakapan hidup abad 21.

3.      Tujuan Survei Karakter

Selama ini pemerintah hanya memiliki data kognitif dari para siswa tapi tidak mengetahui kondisi ekosistem di sekolah para siswa. Survei karakter ini akan menjadi panduan untuk sekolah dan pemerintah. Survei karakter diharapkan jadi tolok ukur untuk bisa memberikan umpan balik bagi sekolah dalam melakukan perubahan.

4.      Manfaat Survei Karakter

Ada 5 manfaat  Survei Karakter yang akan dilakukan Pemerintah menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim yaitu :

· Dengan Survei Karakter maka akan dapat diketahui kondisi ekosistem (hubungan timbal balik) di sebuah sekolah sebagai tempat belajar para muridnya.

· Dengan Survei Karakter (SK) maka akan dapat diketahui sejauh mana implementasi asas-asas Pancasila dapat dirasakan dan diamalkan oleh warga sekolah.

· Dengan Survei Karakter (SK) maka akan dapat diketahui apakah level toleransi sudah berjalan dengan baik (sehat) di suatu sekolah.

· Dengan Survei Karakter (SK) maka akan dapat diketahui apakah welfare (kebahagiaan anak di sekolah sudah mapan dan berjalan baik).

· Dengan Survei Karakter (SK) maka akan dapat diketahui masih adakah bullying yang terjadi pada siswa di sekolah.

5.      Indikator Capaian Survei Karakter

Survei karakter yang dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar sosial-emosional berupa pilar karakter untuk mencetak Profil Pelajar Pancasila.

Adapun Karakter pelajar Pancasila yang ingin dicapai dalam pelaksanaan survei karakter adalah :

· Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.

· Berkebhinekaan global

· Mandiri

· Bernalar kritis

· Kreatif

· Gotong royong

6.      Proses Survei Karakter

Survei karakter dilakukan bukan dalam bentuk tes yang harus dikerjakan oleh para murid. Para murid menjawab sejumlah pertanyaan yang sifatnya personal, terkait opini murid mengenai topik seperti gotong royong, Bhinneka Tunggal Ika. Tetapi terkait esensi dan behavior dari topik-topik tersebut.

Survei tersebut akan didisain alat ukur yang sulit diakali oleh murid sehingga hasil dari survey tersebut dapat menggambarkan potret sesungguhnya dari karakter para murid di sekolah, dalam waktu tertentu.

Meskipun demikian, hasil survei ini tidak digunakan untuk menilai murid sebagai individu, tetapi untuk menilai keberhasilan sekolah dalam pengembangan karakter. Survei tersebut akan diikuti oleh murid pada pertengahan level yakni murid SD kelas IV, murid SMP kelas VIII, dan murid SMA/SMK kelas XI.

Survei tersebut dilakukan di tengah level agar sekolah dan pemerintah masih memiliki waktu untuk mendisain program pengembangan dan perbaikan lebih lanjut, bertolak dari hasil survei tersebut.

7.      Contoh Soal Survei Karakter

Untuk memberikan gambaran mengenai soal Survei Karakter, berikut ini dibagikan soal-soal survey karakter dan survey lingkungan belajar.

Soal Survey Karakter Level 1

Soal Survey Karakter Level 2

Soal Survey Karakter Level 3

Soal Survey Lingkungan Belajar


Kamis, 14 Juli 2022

LAPORAN AKSI NYATA MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

 

A.    Facts

Melalui filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama.

Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri.

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran guru dalam hal ini adalah mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya dan mengurangi kontrol guru terhadap mereka sehingga mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya. Tugas guru sebagai pendamping dalam pengembangan potensi kepemimpinan murid adalah memfasilitasi murid terutama dalam pengelolaan program yang tentunya berdampak kepada mereka. Pengelolaan program tersebut dijabarkan dalam sebuah aksi nyata

Dalam aksi nyata Modul 3.3 ini saya mengimplementasikan program yang sebelumnya telah direncanakan, yaitu program “Menumbuhkan BUDIGEM (Budaya Literasi Generasi Milenial)”. Program ini dilaksanakan oleh adanya berbagai alasan tentang pentingnya literasi di kalangan generasi  terutama generasi masa kini (generasi milenial)

1.      Latar Belakang

Literasi pada dasarnya adalah kemampuan seseorang dalam keterampilan membaca dan menulis. Hal tersebut sesuai dengan pengertian literasi sekolah menurut kementrian pendidikan dan kebudayaan adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa, dengan murid melakukan kegiatan minimal membaca dan menulis, berarti murid telah melakukan kegiatan literasi.

Persoalan literasi masih menjadi hal yang harus dibenahi di Indonesia. Padahal Buku memegang peranan sangat vital bagi kehidupan manusia. Hanya bangsa dengan minat baca yang tinggi menjadi prasyarat menuju masyarakat informasi yang merupakan ciri dari masyarakat modern. Sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni sangat diperlukan jelang Indonesia Emas pada tahun 2045.

Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Programme for International Student Assessment (PISA) diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). PISA adalah studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Setiap 3 tahun, murid-murid berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca, matematika dan sains.

Menurut survei UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001persen. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca. Hasil riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca

Persaingan dunia yang kompetitif ini membuat generasi Indonesia harus membekali dirinya dengan keterampilan dan kompetensi pengetahuan yang banyak dari berbagai aspek kehidupan serta kemapuan berkomunikasi yang baik. Tingkat literasi yang tinggi akan menciptakan generasi muda yang cerdas memiliki daya pikir kritis yang lebih kreatif dan inovatif. Kecerdasan dapat berkembang apabila literasi telah terintegrasi dalam setiap detik waktu hidup mereka.

Liteasi tidak hanya membaca tetapi dilanjutkan dengan kegiatan menulis Dalam kegiatan menulis membutukan kosa kata yang diperoleh dari membaca. Setelah memiliki bahan tulisan,tantangan selanjutnya adalah mengembangkan gagasan, hal tersebut tentunya memerlukan waktu untuk mengembangkan ide. Dan proses itulah yang biasanya membuat orang malas menulis. Selain itu, kurangnya minat membaca merupakan penyebab rendahnya budaya literasi dindonesia. Terkadang beberapa orang tidak mengerti manfaat dari mmbaca sehinnga tidak tertarik melakukanya.

Sumber daya manusia ini sangat potensial untuk membangun bangsa, potensi yang dimaksud adalah bahwa generasi muda merupakan Agent of change (agen perubahan) sehingga kunci keberhasilan literasi sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia tapi dengan  kemajuan teknologi yang semakin canggih memunculkan kekhawatiran tersendiri khususnya di Indonesia, tingkat literasi yang rendah adalah hal yang terpenting yang harus dihadapi dan menjadi tantangan untuk meningkatan budaya literasi khususnya pemuda karena kurangnya kesadaran generasi muda akan pentingnya literasi dan belum ada rasa cinta yang tertanam dalam kegiatan menulis dan membaca.

Begitu pun dengan kegiatan sehari-hari peserta didik di sekolah, suara-suara murid baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran belum begitu terdengar, pilihan-pilihan belum terakomodasi, serta kurangnya rasa kepemilikan peserta didik baik di kelas maupun di sekolah. Sedangkan aset-aset sekolah cukup lengkap untuk mendukung pertumbuhan peserta didik dalam pembelajaran.

2.      Tujuan

Menumbuhkan budaya literasi pada generasi milenial merupakan sebuah program dengan tujuan untuk meningkatkan budaya literasi pada generasi milenial saat ini dan membangun kesadaran minat baca mereka, Pentingnya membudayakan minat baca akan menambah wawasan serta merubah pola pikir murid untuk mencintai membaca.

3.      Tolok Ukur

Tolak ukur dari inisiasi perubahan adalah tumbuhnya budaya literasi pada generasi masa kini (generasi milenial), sehingga dapat mengasah kemampuan untuk menjadi beripikir secara kritis, kreatif, inovatif serta menumbuhkan budi pekerti murid. Keterampilan berliterasi juga dapat mendorong murid untuk bisa memahami informasi secara reflektif, analitis dan krisis.

4.      Dukungan yang Dibutuhkan

Untuk melakasanakan aksi nyata diperlukan kolaborasi semua pihak di sekolah, sehingga saya memerlukan bantuan pemangku kepentingan di sekolah seperti; kepala sekolah, rekan sejawa, staf TU, peserta didik (murid). orangtua dan juga dukungan sarana dan prasarana..

5.      Linimasa Tindakan yang Dilakukan





B.     Feeling

Perasaan yang saya rasakan terkait aksi nyata tersebut adalah optimis dan sangat bersemangat, karena memiliki harapan besar kepada murid-murid untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai impian mereka. Saya juga merasa sangat antusias dan juga tertantang untuk menentukan langkah-langkah apa yang selanjutnya akan saya lakukan dalam aksi nyata ini dalam mengelola program yang berdampak pada murid, yaitu dalam hal membangun budaya literasi pada generasi milenial terutama di sekolah saya.

C.    Finding

Dalam aksi nyata kali ini hal yang menjadi pembelajaran berharga adalah bahwa sebuah perubahan haruslah dimulai dengan murid, oleh murid dan untuk murid karena sejatinya tugas kita sebagai pendidik adalah menuntun, memfasilitasi anak didik agar mereka mendapatkan hal yang bermanfaat untuk bekalnya dalam hidup bermasyarakat.

Selain itu sebagai guru, maka sangat penting untuk mengubah mindset atau sudut pandang kita terkait bagaimana mengelola program yang berdampak pada murid sehingga program yang terlaksana memberikan manfaat yang sangat besar dalam peningkatan mutu sumber daya manusia yang lebih baik.

D.    Future

            Saya berharap suasana kebatinan atau perasaan dan pikiran positif dalam melaksanakan aksi nyata pengelolaan program yang berdampak pada murid ini bisa saya terapkan secara konsisten sehingga akan memberikan warna dan mnciptakan sebuah perubahan di sekolah. 

        Sebagai seorang guru, maka saya harus mampu mengelola program yang memberikan dampak yang nyata dalam peningkatan bakat dan minat murid, yaitu dalam hal literasi. Pentingnya literasi dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kemampuan murid dalam memahami informasi secara jelas. Penguasaan literasi ini penting dalam mencapai kesuksesan. Dengan berliterasi murid dapat mengembangkan wawasan murid seluas mungkin. Selain itu, pentingnya kesadaran literasi sangat mendukung keberhasilan siswa dalam menangani berbagai persoalan.

Dokumentasi Aksi Nyata

Sabtu, 14 Mei 2022

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri - Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 

1.      Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Jawab:
Ki Hadjar dewantara dengan filosofi Pratap Triloka yakni Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani yang berarti bahwa yang di depan memberikan teladan, yang di tengah membangun kemauan, dan dari belakang memberikan dukungan. Melalui pemikiran tersebut, maka patut kiranya seorang pendidik bisa menjadi contoh atau teladan bagi anak didiknya, baik dari kata-kata dan perbuatan. Seorang pendidik tidak hanya menguasai kompetensi profesional dan pedagogik, namun dari sisi sosial dan kepribadian pun patut menjadi panutan bagi anak didiknya. Maka jika dikaitkan dengan prinsip pengambilan keputusan, ketika seorang pendidik menghadapi permasalahan di kelas harus berhati-hati dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil harus bisa dikaji dengan baik menggunakan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Jika hal ini diterapkan, siswa akan mencontoh seorang guru untuk melakukan tindakan yang sama.

Keberadaan pendidik harus bisa menstimulus terciptanya ide dan inovasi dalam proses pembelajaran. Saat proses pembelajaran berlangsung, tidak menutup kemungkinan akan terjadi permasalahan yang bisa menimbulkan dilema bagi peserta didik maupun guru. Maka penting sekali saat kondisi tersebut terjadi, penerapan paradigma dilema etika dilakukan, sehingga solusi yang dipilih dalam menyelesaikan masalah tidak beresiko serta  putusan yang diambil dapat diterima dan didukung oleh semua pihak.

Pada saat pengambilan keputusan seorang pendidik perlu memberikan  kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Siswa diberikan ruang untuk mengambil keputusan sesuai dengan pandangan dirinya. Sehingga penting bagi seorang guru untuk memberikan dukungan penuh terhadap siswa agar terbentuk nilai kebajikan bijaksana saat pengambilan keputusan.

Kesimpulannya, bahwa saat pendidik telah menanamkan proses pendidikan dengan cara menuntun sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman serta berpedoman dengan filosofi Pratap Triloka maka hal itu berarti peserta didik telah mendapatkan kemerdekaannya dalam mengekspresikan segala potensi yang ada, khususnya dalam memutuskan setiap persoalan terkait masa depannya. Dengan demikian, kebahagiaan dan keselamatan peserta didik pun dapat tercapai.

2.      Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Jawab:

Nilai-nilai dalam diri seorang berpengaruh terhadap tindakan seseorang dalam menentukan prinsip pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan karena dalam menentukan prinsip pengambilan keputusan, seseorang akan lebih memperhatikan nilai kebajikan yang biasa diterapkan dalam keseharian. Apabila seseorang lebih mengutamakan nilai kesetiaan daripada keadilan, maka orang tersebut akan lebih mementingkan nilai kesetiaan dalam mengambil keputusan. Ketika seseorang memiliki nilai-nilai kebajikan yang biasa ditanamkan, namun saling bertentangan. Maka hal ini akan menimbulkan dilema etika. Oleh karena itu, sangat penting dalam pengambilan keputusan perlu dilakukan pengujian 9 langkah agar keputusan yang diambil tidak menimbulkan resiko dan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan.

3.    Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Jawab:
Aktivitas terbimbing melalui kegiatan coaching membantu seseorang terutama pendidik dalam menggali informasi yang dibutuhkan sebelum pengambilan keputusan. Pada proses coaching, 9 langkah pengujian pun dapat diketahui secara jelas saat keputusan diambil. Coach dalam hal ini pengambil keputusan, dapat meminta penjelasan kepada coachee yang terlibat dalam permasalahan agar bisa menjadi pertimbangan bagi coache untuk mengambil keputusan. Melalui coaching, pendidik dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil dan melihat  berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan yang baik. Selain itu, jika dikaitkan dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, proses coaching bisa membantu pendidik dalam menjalankan proses menuntun peserta didik dalam menerapkan merdeka belajar yang juga perlu diterapkan dalam pengambilan keputusan agar menghasilkan putusan yang berpihak pada murid.

4.      Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Jawab:
Pada saat pengambilan keputusan dilakukan, seorang guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional agar proses pengambilan keputusan dilakukan secara sadar penuh, sadar dengan  berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Ketika seorang guru telah menguasai pengetahuan dan keterampilan  serta sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional, maka di saat putusan diambil tujuan yang diharapkan adalah tujuan positif, putusan yang diambil juga bertanggung jawab. Kesadaran akan aspek sosial emosional di saat mengambil keputusan juga dapat menekan perilaku seorang pendidik terutama saat dihadapkan permasalahan yang mengandung dilema etika. Di saat guru dihadapkan pada kasus tertentu yang menuntutnya untuk memberi keputusan, mekanisme otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, kemudian menarik nafas panjang, hingga memberikan waktu untuk memahami dengan baik kasus yang dihadapi. Guru juga akan mencari tau apa yang dirasakan murid dan mau mendengarkan denan penuh perhatian. Respon guru yang berkesadaran penuh ini lah yang akan mempengaruhi putusan yang diambil.

5.     Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Jawab:
Seorang pendidik dalam menjalankan perannya sering dihadapkan dalam situasi yang meragukan hingga menyebabkan timbulnya rasa takut untuk mengambil keputusan. Ketika seorang guru dihadapkan dalam dilema etika ataupun bujukan moral, maka prinsip dan paradigma yang tepat dapat membantunya untuk mengambil keputusan. Sedangkan dalam kasus moral, nilai kebajikan yang tertanam dalam diri seorangg guru akan menjadi penentu putusan yang diambil. Guru harus memiliki karakter tegas, bertanggung jawab, berintegritas, hingga pada komitmen yang tinggi agar bisa menjadi dasar penentuan keputusan. Oleh karena itu, sangat penting sekali peningkatan nilai-niai kebajikan dalam diri seorang guru terutama sebagai pemimpin pembelajaran. Guru harus tegas mengatakan benar jika hal tersebut memang benar, dan salah jika kondisi yang ada dihadapannya adalah sebuah kesalahan. Melalui 9 langkah pengujian keputusan, seorang guru akan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang ada dalam dirinya terutama pada proses uji intuisi yang berkaitan dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianut.

6.     Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Jawab:
Keputusan yang dihasilkan melalui langkah-langkah yang tepat akan menghasilkan putusan yang tidak beresiko. Terlebih apabila jika masalah yang telah diidentifikasi dengan baik apakah tergolong dilema etika atau bujukan moral. Ketika kasus yang dihadapi merupakan tindakan benar lawan salah atau dikenal dengan istilah bujukan moral, maka tidak perlu diragukan jika kebenaran perlu ditegakkan. Namun jika kasus yang dihadapi merupakan dilema etika yang mengandung dua kebenaran yang saling bertentangan, maka jika tidak di analisis dengan baik akan menghasilkan putusan yang tidak dapat mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Maka sangat penting dalam kondisi dilema etika ditentukan terlebih dahulu paradigmanya kemudian dikaji prinsip pengambilan keputusan hingga pada pengujian keputusan dengan menggunakan 9 langkah. Putusan yang diambil perlu diuji secara legalitas agar dapat dipastikan tidak melanggar hukum, diuji apakah bertentangan dengan kode etik hingga pada intuisi atau perasaan terkait dengan nilai-nilai yang dianut. Bahkan perlu dilakukan pengujian halaman depan koran yang apabila putusan diambil apakah menimbulkan rasa ketidaknyamanan apabila dipublikasikan di depan umum. Apabila pengujian dilakukan secara lengkap, maka keputusan yang diambil tidak akan beresiko, keputusan yang diambil akan menghasilkan keefektifitasan yang dilihat melalui adanya dukungan dan penerimaan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, hal tersebut akan berdampak pada kondisi lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

7.     Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Jawab:
Kesulitan yang dihadapi saat memutuskan perkara dilema etika kembali pada paradigma yang dipilih karena hal ini berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan yang dianut. Dalam memutuskan suatu kasus, akan dijumpai pertentangan pemilihan paradigma dilema etika karena adanya perbedaan nilai-nilai kebajikan yang di anut. Kendala lainnya yakni adanya perbedaan nilai-nilai kebajikan yang dianut sehingga menghasilkan keputusan dengan paradigma dilema etika yang berbeda. Hal ini akan berlanjut pada berbedanya pandangan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan. Kondisi tersebut tidak terlepas dari masalah perubahan paradigma di lingkungan dimana kasus terjadi.  

8.     Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Jawab:
Pengambilan keputusan dalam pembelajaran akan berpengaruh terhadap pengajaran yang dipilih. Apabila seorang guru telah memutuskan dan memilih pembelajaran yang berdiferensiasi, dimana kebutuhan peserta didik dapat terakomodasi secara keseluruhan, maka dengan ini pengajaran yang memerdekaan murid akan tercapai. Saat guru memutuskan untuk menggunakan game atau ice breaking pun berarti guru tersebut telah memilih memerdekakan murid dengan cara membahagiakan peserta didik melalui pembelajaran yang menyenangkan.

9.     Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Jawab:
Konsisten, sikap disiplin dan komitmen terhadap keputusan yang telah diambil, dan menjadi sosok yang diteladani bagi setiap murid. Memberi contoh dan terus memotivasi murid untuk selalu semangat dalam belajar serta menyampaikan bahwa setiap murid memiliki masa depan yang cerah.

10.  Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Jawab:
Secara umum, pengambilan keputusan yang dipelajari dalam modul ini perlu dilakukan dengan teliti serta dalam kondisi dengan kesadaran penuh. Kemampuan mengelola emosi dan sosial sangat berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Dalam menjalankan proses pengujian keputusan yang diambil dapat didukung melalui kegiatan coaching agar penelusuran potensi atau informasi yang digali bisa di dapatkan dengan maksimal. Melalui kegiatan coaching, akan dapat dihasilkan analisis dan pengujian yang lebih mendalam. Segala bentuk keputusan yang diambil, sebagai pemimpin pembelajaran harus di dasarkan pada filosofi pendidikan yakni menuntun seluruh kodrat alam dan kodrat zaman agar peserta didik dapat menggapai kebahagiaan dan keselamatannya. Apabila keputusan yang diambil telah sesuai dengan filosofi tersebut, maka keputusan tersebut telah berpihak pada murid. Keputusan yang diambil dapat memerdekakan murid dengan tetap pada batasan yang jelas.

Minggu, 24 April 2022

Laporan Aksi Nyata Modul 2.1 dan 2.2 Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional

A.    Latar Belakang

Pada proses pembelajaran di dalam kelas, guru yang berperan dalam hal ini tentunya dihadapakan pada berbagai kenyataan-kenyataan seputar permasalahan dalam pembelajaran. Fakta yang ditemukan adalah pendidik tak lepas dengan situasi dimana setiap murid yang diajarkan memiliki berbagai macam keberagaman yang unik. Karakteristik murid yang bervariasi dan bermacam kekuatan yang dimilikinya serta keterampilan murid yang menarik. Ini merupakan sebuah tantangan bagi setiap pendidik untuk bisa memberikan keputusan dalam menyusun strategi pembelajaran yang berhubungan dengan fakta tersebut serta dengan memperhatikan pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Menurut filosofi Ki Hadjar Dewantara, pendidik diibaratkan sebagai seorang petani dan murid-murid adalah benihnya. Petani harus mampu menyediakan wadah atau lahan bagi benih-benih tersebut dan melakukan berbagai cara serta usaha untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan dari benih. Begitulah seorang pendidik dalam pembelajaran harus juga memperhatikan kekuatan kodrat anak yaitu kodrat alam dan kodrat zamannya, karena bagaimanapun pemberlakuan yang diberikan kepada anak harus berpihak pada anak. Peran dari seorang pendidik juga diutamakan untuk bisa mewujudkan profil pelajar Pancasila yang diharapkan bisa diintegrasikan dengan visi misi sekolah yang berpihak kepada murid. Program-program sekolah terkait dengan pembelajaran yang berpihak kepada murid harus lebih ditingkatkan dan dimaksimalkan guna mewujudkan lingkungan belajar yang menyenangkan, efektif dan optimal.

Berkaitan dengan fakta dan tantangan di atas, pendidik bisa menerapkan sebuah pembelajaran yang disebut dengan pembelajaran berdiferensiasi. Menurut Tomlinson (2000), pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar setiap individu. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi pada kebutuhan belajar murid. Adapun keputusan tersebut dibuat berkaitan dengan: (1) lingkungan belajar yang “mengundang” murid untuk belajar; (2) tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas; (3) penilaian berkelanjutan; (4) merespon kebutuhan belajar murid dan (5) manajemen kelas yang efektif.

Sebelum pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi diterapkan, pendidik harus melakukan beberapa hal diantaranya pemetaan terhadap kebutuhan belajar murid dan menentukan strategi pembelajaran diferensiasi. Untuk melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid, pendidik harus memperhatikan tiga aspek kebutuhan belajar murid yaitu kesiapan belajar (readiness), minat dan profil/gaya belajar murid. Selain itu juga perlu untuk menentukan strategi pembelajaran diferensiasi yang akan diterapkan dalam pembelajaran seperti diferensiasi konten, proses dan produk. Setelah semuanya dapat didiagnosa dan ditentukan dengan baik, maka pendidik bisa memenuhi kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran berdiferensiasi dan mampu untuk menciptakan lingkungan belajar dengan iklim yang menyenangkan, efektif, kondusif dan pastinya berpihak pada murid.

Adapun dalam pembelajaran di kelas perlu memperhatikan bagaimana perilaku anak ke diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang akan mempengaruhi proses pembelajaran anak dan satu di antaranya adalah pembelajaran sosial emosional dengan akronim SEL atau Social Emotional Learning. Pembelajaran sosial emosional ini dilakukan oleh semua komunitas sekolah baik oleh anak dalam hal ini murid, pendidik maupun orangtua. Adapun kompetensi dari pembelajaran sosial emosional atau KSE yaitu kesadaran diri (mengenali emosi), pengelolaan diri (mengelola emosi dan fokus), kesadaran sosial (empati), keterampilan berhubungan sosial atau daya lenting (resiliensi) dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Kelima kompetensi tersebut bisa diterapkan dalam proses pembelajaran dengan berbagai macam teknik yang bisa dilakukan, salah satunya adalah Latihan bernapas dengan kesadaran penuh STOP.

B.     Deskripsi Aksi Nyata

1.      Tujuan

a.     Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas dengan memperhatikan kebutuhan belajar siswa melalui pemetaan.

b.  Menerapkan strategi pembelajaran diferensiasi di kelas sesuai dengan pemetaan kebutuhan belajar siswa

c.  Mengintegrasikan pembelajaran sosial emosional berupa salah satu atau dua dari kelima kompetensi sosial emosional dengan panduan teknik-teknik yang sudah ada.

2.      Tolok Ukur

a.  Tercapainya tujuan pembelajaran berdiferensiasi di kelas dengan beberapa aspek penilaian dari segi sikap, pengetahuan dan keterampilan

b.  Tercapainya pembelajaran sosial emosional di kelas dengan lembar observasi dari kompetensi sosial emosional yang diterapkan

3.      Linimasa Tindakan Yang Akan Dilakukan
Adapun rincian dari tindakan aksi nyata yang dilakukan: 

Minggu I
Meminta izin dan dukungan dari kepala sekolah serta sosialisasi kepada rekan sejawat di sekolah

Minggu II
Sosialisasi kepada siswa di kelas dan melakukan pemetaan kebutuhan belajar siswa. 

Minggu III
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional di kelas 

Minggu IV
Evaluasi dan refleksi dari pembelajaran berdiferensi dan kompetensi sosial emosional di kelas

4.      Dukungan Yang Dibutuhkan

        Dalam menerapkan aksi nyata pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional ini dibutuhkan beberapa dukungan dari berbagai pihak di sekolah terutama siswa sebagai subyek pelaksana kegiatan. Dukungan lain dari kepala sekolah, rekan sejawat dan sarana prasarana yang ada di sekolah

C.    Hasil Aksi Nyata

         Adapun hasil aksi nyata dari kegiatan pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional ini adalah:

1.    Terlaksananya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional dengan baik meliputi aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan serta lembar observasi kompetensi sosial emosional

2. Dalam kompetensi sosial emosional, siswa mampu melakukan teknik STOP dan memahami kesadaran diri serta sosial.

Proses implementasi pelaksanaan aksi nyata dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.      RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

·         Identitas Program Pendidikan     

Mata Pelajaran                  :   PPKn
Kelas / Semester               :   XI / Ganjil
Materi                       :   Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila
Sub Materi                        :    Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Alokasi Waktu                  :    2 JP : 1 x Pertemuan (2 x 30 menit) PTM Terbatas 

·       Tujuan Pembelajaran (ABCD : audience, behavior, conditioning, degree.
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran (mengamati tayangan video, mengamati kasus, diskusi, dan menggali informasi), peserta didik diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia.

a.       Pembelajaran Berdiferensiasi

1.      Diferensiasi Konten

·       Peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin hal yang belum dipahami dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik berkaitan dengan materi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

·       Peserta didik dibentuk dalam 5 kelompok. Masing-masing kelompok diberikan lembar kerja : untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber.

·       Peserta didik difasilitasi oleh guru membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia 

2.      Diferensiasi Proses

·      Sebelum kegiatan KBM di ruang kelas, guru mengirimkan informasi melalui WA Group Kelas untuk membuka tautan materi yang telah disiapkan pada LMS Schoology.  Materi yang disiapkan terdiri dari berbagai bentuk dengan tujuan untuk mengakomodir kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda.

·      Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian pada topik :
Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia, sesuai gaya belajar masing-masing.

·      Guru menjelaskan tahap pembelajaran yang akan dilakukan oleh peserta didik melalui slide presentasi yang informatif

·      Peserta didik secara mandiri menggali sebanyak mungkin informasi sesuai dengan topik.

ü  Tayangan video

ü  Infografis

ü  Artikel

ü  Mind Map

ü  PPT

·        Peserta didik mengamati masing-masing media tentang Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan guru bertanya  tentang isi dari media yang telah disiapkan. 

3.      Diferensiasi Produk

·         Peserta didik mengolah data hasil eksplorasinya

·   Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil tentang data yang sudah dikumpulkan secara individu pada kegiatan sebelumnya

·   Peserta didik mengolah informasi yang sudah dikumpulkan dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.

·   Peserta didik dibebaskan untuk membuat rangkuman dari informasi yang didapatkan dalam ragam bentuk (Infografis, poster, mind map, PPT, google slide, atau flipping book) agar lebih mudah dan dirasa dapat menggambarkan pemahaman mereka.

b.      Pembelajaran Sosial dan Emosional

1.      Kegiatan Pendahuluan

·        KSE : Kesadaran Diri
Menyiapkan kondisi fisik dan psikis peserta didik melalui latihan bernafas dengan kesadaran penuh dengan metode STOP

2.      Kegiatan Inti

·       KSE : Keterampilan Berelasi
Peserta didik dibentuk dalam 6 kelompok. Masing-masing kelompok diberikan lembar kerja :  untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber.

·       KSE : Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil tentang data yang sudah dikumpulkan secara individu pada kegiatan sebelumnya

·       KSE : Kesadaran Sosial
Peserta didik menyajikan hasil kerjanya. Peserta didik yang lain menanggapi dan saling menghargai pendapat dalam diskusi. Sementara itu guru memfasilitasi, memantau, dan melakukan penilaian.

2.      Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional ini dilaksanakan dengan pembelajaran tatap muka secara terbatas. Model pembelajaran yang digunakan adalah discovery learning dengan harapan pada akhir pembelajaran peserta didik dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia.

Proses pembelajaran diawali dengan melakukan pemetaan kelompok diskusi berdasarkan minat belajar peserta didik pada kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu yaitu peristiwa tanjung priok, kasus pembunuhan Marsinah, tragedi Trisakti, kasus pembunuhan Munir, tragedi Semanggi, dan pelanggaran HAM Papua.

Pembimbingan kelompok diskusi dilakukan berdasarkan kebutuhan kelompok melalui whatsapp group. Peserta didik yang tergabung dalam kelompok diskusi dibebaskan untuk membuat rangkuman dari informasi yang didapatkan dalam berbagai ragam bentuk media yang diminati (Infografis, poster, mind map, PPT, google slide, atau flipping book) agar lebih mudah dan dirasa dapat menggambarkan pemahaman mereka

D.    Refleksi Aksi Nyata

Aksi nyata yang telah dilakukan berjalan dengan baik. Namun perlu dimaksimalkan lagi karena alokasi waktu yang terbatas untuk tatap muka dalam pembelajaran. Pada proses pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional ini, awalnya mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan diferensiasi dan sosial emosional pada tahapan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Perlu rancangan yang matang dalam penjabarannya. Namun, setelah terintegrasi pada tahapan pembelajaran, ternyata pelaksanaannya menjadi lebih menyenangkan. Hal ini dikarenakan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan pada kebutuhan peserta didik, kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik. Dengan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar, peserta didik dapat lebih semangat, lebih memaksimalkan kinerja belajarnya sehingga tujuan belajar dapat tercapai dengan baik. Selain itu, pembelajaran sosial emosional juga sangat mendukung pembelajaran. Melalui PSE, peserta didik menjadi semakin sadar akan posisi mereka, hadir sepenuhnya dalam pembelajaran, lebih tenang dan fokus dengan tujuan pembelajaran, dapat berlatih mengambil keputusan sesuai dengan minat mereka tentang kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang pernah terjadi di Indonesia.

Melalui pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional, peserta didik terlihat lebih nyaman dalam belajar karena dapat menyesuaikan dengan kesiapan, minat, profil belajarnya sehingga kemerdekaan belajar dapat terwujud dan meningkatkan prestasi akademik menjadi lebih baik.

E.     Rencana Perbaikan Di Masa Mendatang

1.    Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan memperhatikan alokasi waktu serta ketersediaan sarana prasarana untuk lebih mendukung proses pembelajaran supaya lebih menarik, menyenangkan dan berpihak pada siswa.

2.    Memperbaiki pola diferensiasi terutama pada sisi diferensiasi proses pembelajaran agar lebih bervariasi lagi.

3.    Meningkatkan pembelajaran social emosional (PSE) baik melalui kegiatan yang terintegrasi dalam pembelajaran, kegiatan rutin, atau bahkan budaya positif sekolah sehingga keterampilan social emosional dapat dikuasai oleh peserta didik. Semoga dapat berkolaborasi dengan semua guru mata pelajaran tentang pembelajaran berdiferensiasi dan social emosional, sehingga tercipta lingkungan belajar yang mampu mengundang peserta didik untuk belajar secara merdeka dan nyaman, layaknya taman siswa Ki Hajar Dewantara yang menyenangkan.

F.    Dokumentasi
Berikut potret dokumentasi aksi nyata pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosial
1.      Pemetaan Kebutuhan Belajar Peserta Didik
a.       Penyiapan materi diskusi kelompok sesuai sub materi pembelajaran yang akan dilaksanakan.

      b.   Pemilihan materi diskusi kelompok berdasarkan minat peserta didik melalui padlet.

        c.   Hasil pemetaan materi diskusi kelompok berdasarkan pilihan peserta didik.

2.      Pelaksanaan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional di Kelas
a.      Kegiatan Pendahuluan
·         Orientasi
Pembukaan (salam pembuka, berdo’a, absensi kelas, dan lain-lain)

      ·      Informasi hasil pemetaan materi diskusi kelompok sesuai kebutuhan beajar peserta didik.


·                                                 ·         Menyiapkan kondisi fisik dan psikis peserta didik melalui latihan bernafas dengan                                    kesadaran penuh dengan metode STOP (KSE : Kesadaran Diri)

      ·     Apersepsi
Mengaitkan pembelajaran yang telah lalu, serta pembelajaran yang akan dilakukan dengan pengalaman peserta didik.

·      Motivasi dan Pemberian Acuan
     Menampilkan video motivasi 

                    b.    Kegiatan Inti
·   Stimulation (Pemberian Rangsangan)
ü  Menampilkan video ilustrasi tentang materi pembelajaran

ü  Menggali informasi dari berbagai media.

              ·     Problem Statement (Pertanyaan/identifikasi Masalah)
     Mengidentifikasi hal yang belum dipahami

·     Data Collection (Pengumpulan Data) 
     Membentuk kelompok diskusi untuk membentuk informasi

·     Data Processing (Pengolahan Data)
     Berdiskusi dan mengolah informasi

·     Verification (Pembuktian)
     Menyajikan hasil kerja (presentasi) 

·     Generalization (Menarik Kesimpulan) 
     Menarik kesimpulan materi yang telah dipelajari

C.   Kegiatan Penutup
·    Refleksi pembelajaran dan refleksi diri


·    Agenda kegiatan tindak lanjut, rencana pembelajaran pertemuan yang akan datang, berdo’a, dan salam penutup.

3.      Dokumentasi pada LMS Pembelajaran
a.       Tahapan Pembelajaran

      

b.       Kelompok Diskusi

        


                            c.       Refleksi Pembelajaran dan Refleksi Diri
                                    

4.      Dokumentasi lainnya
a.       Link Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
       RPP pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional dapat diakses (di sini)

      b.    Link Video Aksi Nyata
       Video aksi nyata dapat diakses (di sini)

      c.    Link laporan aksi nyata modul 2.1 dan 2.2
       Laporan aksi nyata ini dapat diakses (di sini)






ü